Kamis, 10 September 2009

Penelitian Pengembangan Model Pembuatan Alat Penyulingan Etanol yang Efektif dan Efisien untuk Alat Bantu Belajar Bagi Masyarakat dalam Pembuatan Baha


Abdillah, S.Pd.
(Alumni Jurusan Pendidikan Luar Sekolah Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Jakarta Tahun 2006).

Abstrak: Penelitian Pengembangan Model Pembuatan Alat Penyulingan Etanol yang Efektif dan Efisien adalah untuk menciptakan alat penyulingan etanol yang mudah, murah, tepat guna dan berhasil guna. Penelitian bertujuan untuk menciptakan alat bantu belajar bagi masyarakat Indonesia dalam pembuatan bahan bakar pengganti minyak dan gas dengan bahan baku yang mudah didapat, yaitu gula dan pisang yang diharapkan dapat dijadikan sebagai alat ketahanan sosial masyarakat bidang energi terhadap gejolak sosial yang mungkin akan timbul akibat krisis BBM dan Gas yang parah di masa mendatang.

=================================================================================

Keterbatas produksi minyak dan meningkatnya harga bahan akar minyak di pasaran dunia mendorong pemerintah membatasi subsidi bahan bakar terutama minyak tanah. Selain itu pemerintah juga memberlakukan kebijakan konversi minyak tanah ke gas. Akibatnya minyak tanah menjadi langka di masyarakat dan membuat masyarakat seringkali antri dan berebut untuk mendapatkan minyak tanah di agen minyak tanah. Antrian tersebut seringkali menyebabkan terjadinya kericuhan dan membuat keresahan sosial di kalangan masyarakat. Meski pemerintah sudah memberlakukan kebijakan konversi minyak tanah ke gas, namun seringkali keberadaan gas pun mengalami kelangkaan dibeberapa daerah. Ini pun tentu akan membuat kerawanan sosial di kalangan masyarakat.

Bahan bakar minyak adalah bahan bakar fosil yang tidak dapat diperbaharukan. Hal tersebut tentu menjadikan bahan bakar minyak suatu saat akan mengalami devisit yang pada akhirnya akan habis sama sekali. Memang benar pemerintah dan kalangan ilmuwan terus mengembangkan berbagai energi alternatif. Sayangnya penelitian tersebut sangat jarang melibatkan masyarakat kalangan bawah secara langsung. Dimana masyarakat bawah adalah konsumen terbanyak bahan bakar minyak untuk kebutuhan rumah tangganya. Dalam hal ini bahan bakar minyak tanah. Akibatnya, masyarakat sangat bergantung ada pemerintah untuk pengadaan bahan bakar. Padahal semakin hari seiring dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk, maka semakin tinggi kebutuhan bahan bakar untuk rumah tangga. Sementara upaya pemerintah dan ara ilmuwan belum membuahkan hasil secara signifikan.
Menyikapi hal tersebut, peneliti berupaya menciptakan suatu alat bantu bagi masyarakat untuk mengembangkan sendiri bahan bakar minyak jika suatu saat terjadi kelangkaan bahan bakar yang parah. Upaya ini selain untuk memberdayakan masyarakat dalam hal pengadaan bahan bakar untuk rumah tangga secara mandiri, juga untuk menciptakan alat ketahanan sosial masyarakat bidang energi secara mandiri khususnya diaat krisis energi yang parah yang mungkin terjadi di masa mendatang.

Penelitian ini oleh peneliti diberi nama “Penelitian Pengembangan Model Pembuatan Alat Penyulingan Etanol yang Efektif dan Efisien untuk Alat Bantu Belajar Bagi Masyarakat dalam Pembuatan Bahan Bakar Penganti Minyak Tanah dan Gas dari Air Gula dan Pisang Secara Mandiri Dalam Rangka Mengantisipasi Gejolak Sosial Masyarakat Bawah Akibat Krisis BMM dan Gas di Masa Mendatang,”. Seperti judulnya, penelitian ini memfokuskan pada penciptaan alat penyulingan yang mudah, murah, berdaya guna dan berhasil guna untuk membuat bahan bakar bio etanol.

Ada dua hal yang menjadi fokus utama dalam penelitian ini, yaitu: (1) membuat alat penyulingan yang murah dan mudah, (2) bahan baku yang tidak sulit didapat dan sederhana pengolahannya.

Beberapa model alat penyulingan etanol, yakni: model “pot”, model “kolom”, dan model “kolom dengan reflux”.

Penyulingan model pot adalah alat penyulingan yang memiliki pengalir keluaran uap secara langsung di atas panci pemanasnya dan langsung masuk pada penukar dingin (kondenser).

Penyulingan model kolom adalah alat penyulingan yang memerlukan “menara” berbentuk silinder setelah keluar uap dari panci pemanas sebelum masuk pada kondenser. Menara ini tingginya beragam, namun rata-rata setinggi 3 - 4 meter dengan diameter umumnya 4 inchi atau lebih. Guna kolom adalah menahan uap air yang terbawa bersama uap etanol.

Penyuling model kolom dengan reflux adalah alat penyulingan yang tersedia ruang atau alat untuk mengembalikan uap air yang mencair setelah keluar dari kolom ke panci pemanas sebelum masuk ke kondenser. Sementara uap etanol diteruskan ke kondenser.

Sementara untuk bahan baku pembuatan bio etanol peneliti menetapkan gula dan pisang sebagai bahan baku utama. Dipilihnya gula dan pisang karena kedua bahan baku tersebut mudah dipasaran dan harganya relatif murah. Terutama untuk yang berkualitas rendah. Gula misalnya, dapat menggunakan gula karungan berkualitas rendah yang dijual di warung-warung. Sementara pisang dapat menggunakan pisang-pisang yang hampir busuk (kulitnya menghitam) yang dapat dibeli di tukang pisang di pasar-pasar tradisional. Pisang-pisang tersebut biasanya dibuang begitu saja ke tempat sampah oleh penjualnya karena tidak laku dijual.

Selain itu, air gula dan pisang, hanya memerlukan bahan fermentasi satu jenis saja, yaitu Saccharomycess Cerevisiae (Ragi Tape) yang mudah didapatkan di pasar-pasar tradisional dan tidak memerlukan bahan fermentasi lainnya seperti enzim alfaamylase dan glucoamylase untuk singkong yang sangat sulit didapatkan.

METODE

Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan model pembuatan alat penyulingan etanol yang efektif dan efisien untuk alat bantu belajar bagi masyarakat dalam pembuatan bahan bakar bio etanol.

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan April 2009 di “Laboratorium” Gema IPTEK Mandiri Yayasan Gema Mandiri Bangsa Manggarai Jakarta.

Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pendekatan Trial and Error dengan merujuk model-model alat penyulingan yang sudah dikenal selama ini dengan merekayasa bentuk alat penyulingan etanol agar efektif dan efisien. Mengingat model alat penyulingan yang ada selama ini begitu mahal dan tidak mudah pengoperasiannya bagi masyarakat biasa/awam.

Pelaksanaan penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu: (1) Tahap pembuatan alat penyulingan; (2) Tahap pengolahan bahan baku dengan fermentasi sederhana; (3) Pengujian alat penyulingan berorientasi hasil yaitu etanol minimal berkadar sekitar 70% (atau setidaknya dapat menyala ketika disulut api).

Pada tahap satu yaitu tahap pembuatan alat penyulingan, peneliti melakukan kegiatan sebagai berikut:

1) Pembuatan alat penyulingan dengan model-model yakni model pot, kolom, dan reflux yang sudah ada, guna mencari kelemahan dari ketiga model tersebut;
2) Merekayasa ketiga bentuk model yang sudah ada untuk mengembangkan model baru yang efektif dan efisien. Dikatakan efektif bila: mudah pengerasiannya, mengahasilkan bio etanol yang dapat langsung dapat menyala ketika disulut api. Dikatakan efisien bila pembuatannya mudah dan murah.

Pada tahap dua yaitu tahap pengolahan bahan baku bio etanol melalui fermentasi sederhana, peneliti melakukan:

1) Mempelajari ketersediaan bahan baku yang mudah didapat dikalangan masyarakat.
2) Melakukan pengujian bahan baku bio etanol dengan perbedaan masa fermentasi, yaitu 3 -10 hari, 11 - 30 hari.

Pada tahap tiga yaitu pengujian alat penyulingan hasil pengembangan yang berorientasi hasil yaitu bio etanol minimal berkadar sekitar 70% (atau setidaknya dapat menyala ketika disulut api). Dalam hal ini peneliti melakukan:

1) Penetapkan beberapa bentuk model alat penyulingan hasil pengembangan yang akan di uji.
2) Melakukan pengujian alat penyulingan dengan menggunakan bahan baku hasil fermentasi dengan keseluruhan waktu fermentasi.

HASIL

Dari berbagai uji coba dengan pendekatan Trial and Error dari model pot, kolom, dan reflux. Diperoleh hasil model baru yaitu gambungan dari ketiga model yang sudah ada, yaitu model pot dengan kolom diatasnya sehingga uap yang mencair sebelum kondenser dapat langsung masuk ke panci pemanas secara langsung dan etanl dapat segera dihasilkan dengan satu kali penyulingan.

Hal tersebut dapat terjadi karena panci yang berdiameter 38 Cm dengan tinggi 40 Cm yang diatasnya terdapat kolom yang dibuat setinggi 2,5 meter dari pipa bekas tersebut, dimana kolomnya terdiri dari 1,5 meter berdiameter 4 inchi dan diisi dengan batu koral untuk taman. Sedang satu meter diatasnya berdiameter 3 inchi dengan output uap yang langsung masuk ke kondenser. Antara pipa besi 4 inchi dan 3 inchi tersebut, disambung dengan penghubung 4 inchi ke 3 inchi.

Dari hasil pengujian alat penyulingan dengan bahan baku dengan perbedaan masa fermentasi, diperoleh hasil bio etanol dengan perbedaan kuantitas. Yaitu:

1) Dari 6 Kg dengan campuran air sebanyak 10 liter, diperoleh bio etanol 2,8 liter untuk masa fermentasi 11 – 20 hari dan 2,4 litter untuk masa fermentasi 3 – 10 hari dalam waktu 1 jam;
2) Dari 10 Kg pisang diperoleh bio etanol 0,8 liter bio etanol untuk masa fermentasi 11 – 30 hari, dan 0,5 litter bio etanol untuk masa fermentasi 3 – 10 hari dalam waktu 1 jam.

Secara keseluruhan hanya diperlukan satu kali penyulingan dan bio etanolnya dapat menyala ketika disulut api.

KESIMPULAN

Model alat penyulingan baru yang dikembangkan peneliti ternyata cukup efektif menghasilkan bio etanol dengan cukup satu kali penyulingan tanpa menjaga suhu dalam panci pemanas. Artinya dalam panci pemanas suhu boleh suhu 100º C (padahal titik didih etanol berkisar 78 º C) dimana etanol dan air akan menguap secara bersama. Kemudian uap air akan didingingkan oleh batuan koral taman yang terdapat pada kolom tersebut akan masuk kedalam panci pemanas, sementara uap etanol akan diteruskan ke kondenser lalu dicairkan yang kemudian ditampung dalam botol bio etanol. Hal ini tentu sangat membantu masyarakat awam dalam kemudahan pengoperasiannya.

Model tersebut juga sangat efisien dimana kapasitasnnya 50 liter tersebut dibuat dengan biaya kurang dari Rp. 750.000,- dan 100 liter dengan biaya kurang dari Rp. 1.000.000,- . Ini sangat murah jika dibandingkan dengan harga alat penyulingan yang dijual melalui internet.

Untuk situasi dalam keadaan tidak mendesak, alat dapat digunakan untuk penyulingan bio etanol dari berbagai bahan baku, seperti: singkong, sagu, tetes tebu, aren, dan lain sebagainya.

SARAN

Penelitian ini semata hanya berorientasi hasil yang langsung dapat dimanfaatkan oleh masyarakat yaitu alat yang mudah dan murah untuk menghasilkan bio etanol khususnya pada masa krisis bbm yang parah yang mungkin terjadi di masa mendatang. Untuk kajian lebih mendalam, harusnya dilakukan oleh peneliti dalam ranah disiplin ilmu yang bersangkutan dengan prinsip menyederhanakan sesuatu yang rumit dan ilmiyah menjadi praktis dan mudah dimengerti masyarakat biasa/awam Sehingga masyarakat dengan mudah pula mengiplementasikan dalam kehidupan sehari-harinya..

Untuk lebih memasyarakatkan penggunaan bio etanol pada khalayak ramai, hendaknya alat yang dikembangkan peneliti dapat diterapkan bagi PKBM-PKBM bahkan sekolah-sekolah formal diseluruh Indonesia. Sehingga ketergantungan masyarakat terhadap bahan bakar fosil dapat dikurangi dan keresahan sosial yang mungkin timbul dari kelangkaan bahan bakar yang mungkin parah di masa mendatang dapat diantisiasi dan dieliminasi. Untuk itu perlu dilakukan uji efektifitas alat penyulingan yang peneliti kembangkan, karena pengujian efektifitas di tingkat masyarakat belum sempat peneliti lakukan karena keterbatasan anggaran. Sedang pada tingkat laboratorium, peneliti menganggap alat yang dikembangkan sudah cukup efektif dan efisien untuk digunakan sebagai alat bantu belajar bagi masyarakat untuk pembuatan bio etanol.

DAFTAR PUSTAKA

Chemiawan Tata, 2007. Membangun Industri Bioetanol Nasional
Sebagai Pasokan Energi Berkelanjutan Dalam Menghadapi Krisis Energi Global.
Tata Chemiawan’s weblog.
Dwi, 2007. Bioetanol, energi alternatif yang kompetitif. www. Dwi blogspot.com
Khairini, R., 2007. Limbah Tanaman Jagung Alternatif Pembuatan
Biofuel/Bio-ethanol. www.Google.com
Nurdyastuti, I. 2007. Teknologi Proses Produksi Bio
Ethanol.www. Google.com